Skip to main content

Sepucuk Surat Untuk Bapak Presiden







Padang, 22 November 2014

Yth. Bapak Joko Widodo
Di mana pun berada


Assalammu’alaikum wr.wb


Dengan hormat,
            Melalui blog ini, saya ingin menyampaikan sepatah dua patah kata kepada Bapak Jokowi. Bukan bermaksud untuk tidak sopan dengan menuliskan surat dengan cara seperti ini, hanya saja tidak tahu bagaimana cara mengirimkan surat melalui kantor POS apalagi saya ragu untuk menggoreskan tinta pena ke secarik kertas dengan kwalitas tulisan tangan saya yang masih dibawah rata-rata.

            Sebenarnya ini bukanlah hal yang penting untuk disampaikan, hanya saja dengan menyampaikan hal ini saya jadi merasa lebih lega, seperti ABG labil yang sedang jatuh cinta, kalau tidak diungkapkan jadinya malah uring-uringan siang dan malam. Mungkin kata-kata mukhodimah ini terlalu berbelit-belit namun saya berharap semoga di awal pembicaraan, bapak merasa lebih santai, tidak merasa tegang dan risau atas surat ini. Saya berharap jikalau bapak membaca surat ini, bapak sedang berada dalam mood yang baik dan sedang duduk dengan nyaman dengan secangkir teh.

            Saya merasa gugup untuk memulai menulis mengetik surat ini, tapi marilah saya mulai saja.
            Halo Pak Presiden? Apa kabar, Pak? Bagaimana keadaan di istana sekarang, Pak? Apakah keluarga bapak baik-baik saja? Apa kabarnya anak bungsu bapak? Sampaikan salam saya kepadanya ya,Pak (abaikan yang ini pak).

            Tak terasa pemilu presiden sudah berakhir padahal rasanya baru kemarin saya ikut mencoblos dan menggalau dengan berbagai pemberitaan tentang Bapak Jokowi dan Bapak Prabowo. saya akui, tahun ini adalah pemilu presiden pertama bagi saya dan ini pertama kalinya perhatian saya tertuju pada hal yang seperti ini. Biasanya tidak ambil pusing (cuek) pada masalah pemerintahan tapi kali ini berbeda.

            Saya mempertimbangkan sendiri siapa presiden yang akan saya pilih, dan jujur saja semenjak mendengar nama bapak di sosial media, saya pernah berkata, “semoga presiden saya kelak seperti Bapak Jokowi!” Dan betapa bahagianya saya ketika tahu bahwa Pak Jokowi benar-benar mencalonkan diri sebagai presiden. Tapi satu yang membuat saya sempat berpaling, ketika mendapati kenyataan bahwa bapak berada di partai PDIP. Sebenarnya saya tidak terlalu mempermasalahkan partai, hanya saja hal ini diluar dugaan saya. Namun pada akhirnya saya tetap memutuskan bahwa bapak harus menjadi presiden saya.

            Di kota saya, tidak terlalu banyak yang memilih bapak, di lingkungan rumah juga seperti itu, keluarga saya tidak ada yang memilih bapak, di kampus ,saya juga menjadi golongan minoritas karena memilih no. 2. Tapi itu tak masalah, karena saya yakin dengan pilihan saya
.
            Setelah bapak menjabat, caci maki dari para pendukung pihak lain yang gagal move on mulai sayup-sayup namun pasti melewati pendengaran saya. Perih rasanya ketika mendengar umpatan kasar mereka, bagaimana cara mereka merendahkan dan memusatkan semua kesalahan kepada bapak. Pernah suatu hari saya naik angkot pulang dari kampus, saat itu penumpang angkotnya sangat sedikit dan terdengarlah keluhan sang sopir, “Mana nih penumpang? Gara-gara presiden yang baru Jokowi nih, ntah apalah presiden yang dipilih!” (kalimat aslinya berbahasa daerah).

            Saya yang mendengarnya jadi bingung sendiri, mau tertawa atau marah, padahal saat itu bapak belum resmi dilantik, namun sudah disalahkan oleh sopir angkot, itupun disalahkan karena penumpangnya sedikit. Memangnya tugas presiden, kah untuk membuat penumpang jadi ramai? Saya tak habis pikir. Dan saya rasa bapak tidak akan terlalu menanggapinya, kan, Pak?! Tentu saja.

            Bapak mau bertanya mengapa saya memilih bapak? Saya rasa itu karna ketika saya melihat bagaimana bapak tersenyum ramah dan berbicara begitu lembut dan tulus, seperti seorang ayah yang mencintai keluarganya dan saya berharap bapak juga akan menjadi ayah dari rakyatnya. Saya suka bagaimana bapak berpenampilan sederhana. Saya suka bagaimana bapak berbicara dengan logat Jawa yang tak mau hilang, saya suka bagaimana bapak tersenyum ramah setiap kali bicara, saya merasa bahwa bapak adalah sosok pemimpin yang selama ini saya cari. Saya tak peduli dengan masalah yang lain, saya tak peduli bagaimana orang-orang membicarakan keburukan bapak dan bagaimana mereka meremehkan bapak.

            Beberapa hari ini Indonesia dihebohkan oleh kenaikan BBM. Carut marut semakin menjadi-jadi. Hati saya semakin miris ketika orang-orang menghujat semakin kasar, bagaimana mereka menghujat mulai dari fisik bapak yang dibilang ‘kurus, lemah, ndeso, jelek, hitam, dsb’ hingga mereka mengatakan kalau bapak itu ‘tak tegas, boneka PDIP, dsb’.  Semua cacian itu tak hanya ada di sosial media namun juga sering melintas di kuping saya. Dan saya paling benci ketika ada yang berkata, Piliah juo lah Jokowi tu, blusukan lah kalian kini!” (pilih juga lah Jokowi, blusukan lah kalian sekarang) dan berbagai macam versi kalimat yang intinya membuat pemilih Jokowi jadi merasa bersalah atas diri sendiri. Tapi TIDAK, saya tak akan pernah menyesal dengan pilihan saya. Karena saya masih menaruh harapan kepada bapak.

            Harapan bahwa bapak akan menjadi presiden yang selama ini dibutuhkan Indonesia. Harapan bahwa bapak akan mengubah Indonesia menjadi negara yang lebih baik dan layak huni, menjadikan Indonesia terhindar dari kebusukan dunia. Saya takut jika negara tercinta ini benar-benar menjadi membusuk dan mengubah rakyat jadi mutan kanibal yang menggerogoti negaranya sendiri hingga mati. Saya berharap lebih kepada bapak, saya akan selalu menunggu, biarlah di awal yang terlihat hanya kelemahan dan kemelaratan kepemimpinan bapak namun jika pada akhirnya membawa perubahan yang lebih baik, maka kenapa tidak?

            Mungkin terlihat begitu naif, namun saya hanya berusaha untuk menjadi diri yang berpandangan positif, meski tidak terlalu mengerti dengan masalah pemerintahan namun hanya inilah yang dapat saya lakukan. Mungkin orang-orang akan menghujat saya karena telah mendukung bapak dan menganggap bahwa saya orang bodoh yang tak tahu apa-apa, tapi itu tak apa, saya akan terus mempertahankan harapan saya.

            Saya yakin, bapak pasti akan membuktikan bahwa semua cemooh orang-orang ‘gagal move on ‘ tersebut adalah sebuah fitnah. Saya ingin melihat bagaimana bapak membungkam mulut mereka dengan keberhasilan yang bapak ciptakan, saya ingin melihat mereka menelan ludah busuk mereka lagi. saya yakin bapak tidak akan menjadikan diri bapak sebagai ‘boneka’ orang lain, saya yakin bahwa bapak tak mungkin tega menyengsarakan rakyat bapak, saya yakin bahwa bapak mencintai Indonesia dan akan menjaga Indonesia. Saya yakin bapak akan membuktikan bahwa dibalik fisik sederhana terdapat jiwa pemimpin yang melebihi siapapun.

            Saya minta maaf jika akhirnya saya malah curhat tidak jelas seperti ini, hanya saja saya marah, saya kecewa dengan mereka yang bisanya cuma menghujat dan mencari-cari orang untuk disalahkan atas buruknya kehidupan yang ia terima.

            Sekali lagi saya sampaikan, saya benar-benar percaya kepada bapak. Saya titipkan harapan saya kepada bapak dan berdoa semoga bapak diberi ketabahan dan kekuatan untuk memikul kepercayaan yang tak seberapa ini, dan semoga untuk kedepannya harapan saya tidak menjadi harapan kosong yang sia-sia dan sekali lagi saya percaya bahwa bapak bisa membawa harapan saya menjadi sebuah kenyataan. Bukankah sudah tugas rakyat untuk percaya kepada pemimpinnya? Apalagi pemimpin yang dipilih oleh rakyat sendiri.

            Mungkin hanya ini yang dapat saya sampaikan, semoga setelah membaca surat ini, bapak tidak mengalami gangguan mata ataupun hal-hal yang buruk, saya tak sanggup jika disalahkan atas rusaknya kesehatan seorang presiden. Saya mohon maaf jika ada kata-kata yang salah dan malah menyinggung pihak-pihak tertentu, terutama oleh bapak sendiri.

            Sebelum menyudahi surat ini, saya titip salam lagi kepada putra bungsu bapak  *cling cling* ;) #kedip (sebenarnya saya tidak segenit ini loh , Pak! Sungguh!)
Saya juga titip salam buat anaknya pak Ahok *eh?
           
Baiklah, Pak. Sekian surat dari saya. Saya akhiri dengan wasalammu’alaikum wr.wb


Salam tiga jari
Indonesia Raya !

Comments

Popular posts from this blog

Fakta 'Ciel Phantomhive' Black butler

Beberapa waktu yang lalu saya dibuat tertarik oleh sebuah status di akun fesbuk yang menyatakan bahwa, “ Ciel Phantomhive sejak awal telah meninggal dunia dan yang mengikat kontrak dengan Sebastian Michaelis bukanlah Ciel melainkan saudara kembar Ciel ” Hal tersebut sontak membuat saya  shock dan benar-benar tak mempercayainya, bagaimana mungkin? Tahu darimana? Rasanya tidak ada pengungkapan hal tersebut di komiknya ataupun anime, tapi setelah dijelaskan sumbernya, saya baru menyadarinya. MEMANG tidak dijelaskan secara gamblang, tapi dijelaskan dengan cara yang sangat lihai oleh Yana Toboso-sensei. YA! DIJELASKAN SECARA TIDAK LANGSUNG dan kalau TIDAK TELITI dan KRITIS ketika membacanya pasti akan terkecoh dan mengabaikannya. Saya termasuk orang yang mengabaikannya, soalnya saya terbiasa membaca komik sederhana yang tidak terlalu memiliki banyak misteri, saya tak menyangka kalau Kuroshitsuji/Black Butler memiliki 'misteri dalam misteri' seperti ini hingga saya menjadi

Nobar One Piece

Jadi, ceritanya Padang lagi dapat tempat hiburan baru sejenis bioskop. Dan kehadian bioskop yang satu ini bikin  wibu  Sumbar bersorak gembira karena akhirnya kami bisa nonton movie  Anime  di bioskop. Ga perlu lagi gigit jari liatin orang-orang dari kota lain pamerin tiket nonton. Hal yang juga membahagiakan adalah ketika movie One Piece terbaru masih ditayangkan. Sehingga, komunitas One Piece di Padang ditawarkan untuk mengadakan   nobar .  Salah satunya adalah Kopi-RP (komunitas one piece Indonesia- regional padang). Tetapi karena anggota aktif kami tidak cukup untuk memenuhkan satu studio, akhirnya nobar tersebut dibuka untuk umum. Awalnya agak pesimis bakal bisa ngumpulin 101 orang untuk diajak nonton, ternyata hanya dalam 2 hari, tiketnya habis. Ternyata banyak peminatnya, bahkan ada OpLovers yang datang dari Bukittinggi dan Payakumbuh. Ga sia-sia sih selama ini menutup mata dan telinga dari segala spoiler yang meraja lela. Akhirnya bisa nonton langsung d

Balada Anak Tunggal: Lagu Baperan

“Eh, kamu anak tunggal? Waaaaah….. nggak nyangka, enak banget tuh!” “Cieee anak tunggal, pasti dimanja!” “Anak tunggal? Enaknyaaaaaaaa” Rata-rata saat saya bilang kalau saya anak tunggal, tanggapannya pasti gitu. Iya sih, enak banget jadi anak tunggal, semua perhatian dan kasih sayang orangtua cuma buat kita seorang. Minta apapun dibeliin, dan yang pasti nggak ada yang namanya barang kita dirusak atau dipinjem adik/kakak. Tapi mereka nggak tahu aja sih, kalau tiap mereka cerita tentang kakak cowok yang bikin mereka kesal sekaligus merasa terlindungi atau tentang adik masing-masing, saya adalah pihak yang hanya mendengarkan dan merespon seadanya tanpa bisa bilang, “I know that feel cz my brother blab la bla…” dan ikutan cerita kayak mereka juga. Hal itu nggak bakal pernah terjadi. Tapi lupakan masalah itu, sebab untuk kali ini saya mau bilang bahwa beberapa minggu ini lagi kepincut sama sebuah lagu, lagu minang tepatnya. Judulnya ‘nasib diri’ yang dipopulerkan oleh P