Skip to main content

Adult Story (kedewasaan dan Kenaifan)



Adult Story, Kedewasaan dan Kenaifan. Ketika kedewasaan mengharuskan untuk menghentikan segala hobi.

Hobi saya apa? Nonton anime, membaca komik, dan cosplay. Tapi saya sudah dewasa dan harus mendewasakan diri. Hobi saya adalah hobi yang kekanak-kanakan dan harus dihentikan. Sudah saatnya saya mengganti hobi menjadi hobi seorang yang dewasa, yang entahlah seperti apa. Mungkin shopping? Atau travelling? Atau apalah itu yang terlihat dewasa banget.

Mungkin hobi menonton anime dapat saya ganti dengan hobi menonton sinetron (tapi rasanya anak kecil sekarang juga hobi nonton sinetron dan sepertinya tak akan mendewasakan) atau menonton film dewasa? Kategorinya saja dewasa, maka penontonnya juga pasti dewasa. Kemudian hobi cosplay mungkin dapat  diganti menjadi hobi photo-photo ala model majalah g4ul, atau majalah karti#i agar terlihat lebih dewasa, atau model majalah pria dewasa?! #uhuk

Bertambahnya usia membuat saya dan hobi kekanak-kanakan ini semakin terpojok. Lingkungan selalu memojokkan, meneriakkan agar segera mendewasakan diri. Rasanya tidak etis juga kalau saya membahas hobi dan kedewasaan secara bersamaan karena dua hal ini tidaklah harus dikaitkan tapi lingkungan selalu mengaitkannya dan berujung pada saya yang kebingungan sendiri.


Tujuan kita hidup adalah untuk bahagia, kita butuh bahagia dan kita ingin bahagia. Hobi adalah hal rutin yang sangat suka kita lakukan. Melakukan hobi berarti mendatangkan kebahagian terlepas dari apapun hobinya.
Sementara dewasa dan kedewasaan adalah hal cepat atau lambat akan kita lalui setelah semakin bertambahnya usia. Dewasa dan bersikap dewasa bukan berarti kita akan selalu bahagia. Bahkan mungkin untuk hal ini, saya belum tahu betul seperti apa yang disebut dewasa itu. Apakah harus bersikap lebih bertanggung jawab dan bisa diandalkan? Lalu bagaimana jika seorang yang dewasa (bertanggung jawab dan bisa diandalkan) itu memiliki hobi yang kekanak-kanakan tapi mendatangkan kebahagian bagi dirinya? Apakah dia gagal untuk mendewasakan diri?


Lalu bagaimana dengan seorang dewasa yang bertanggung jawab, dapat diandalkan, dan tak memiliki kegiatan membuatnya bahagia adalah orang yang benar-benar dewasa?


Saya 23 tahun, saya telah dewasa namun memiliki hobi yang kekanak-kanakan, saya belum terlihat bertanggung jawab dan dapat diandalkan, apakah saya gagal sebagai seorang dewasa? Mungkin saja, tapi terlepas dari semua itu, saya bahagia.


Mungkin saya hanya belum paham apa itu dewasa, tapi perubahan drastis ini bukanlah hal yang bisa saya tangani dengan cepat. Bahkan saya masih canggung dengan embel-embel dewasa yang saya miliki.
Ketika saya salah bersikap, maka lingkubgan menyuruh untuk bersikap lebih dewasa. Seperti apa sikap yang dewasa itu? Lebih banyak diam, misterius, dan hanya membicarakan hal yang penting (pekerjaan, jodoh, keuangan, dan masa depan)? Apakah dengan begitu maka saya sudah dewasa?


Ketika saya sedang berbinar-binar membahas anime, maka lingkungan meminta saya untuk bersikap dewasa. Berarti saya harus berhenti menontonnya. Mengganti tontonan bila perlu tak usah menonton hal yang saya sukai itu. Maka saat itulah saya telah dewasa. Saya akan dewasa dan tak akan ada yang menyudutkan lagi, tapi mengapa membayangkannya saja saya tak bahagia? Ada yang salah dengan diri ini.

Ketika saya sedang semangatnya bercosplay, lingkungan menyudutkan saya. Meminta untuk dewasa dan berhenti mempermalukan diri sendiri. Berarti saya memang harus berhenti cosplay, bersikap layaknya dewasa yang hanya mengenakan pakaian dewasa, hanya duduk manis sebagai penonton dan berkomentar secara dewasa melihat orang lain yang sedang bercosplay kemudian ikut menyudutkan mereka untuk bersikap dewasa pula. Maka saat itu saya adalah seorang yang sangat dewasa. Tapi mengapa saya merasa hidup itu begitu membosankan? Mengapa saya merasa ada yang hilang? Ada suatu gairah yang terkubur dan mendobrak untuk bangkit namun tertimbun tanah yang tak mungkin boleh digali. 

Mungkin ini karna saya tidak normal. Saya bukanlah dewasa yang normal tanpa segala kegiatan yang memperlihatkan bahwa saya dewasa.

Mengapa menjadi dewasa harus serumit ini (atau hanya saya yang merasa ini rumit?) ? Apakah karna saya belum terlihat sebagai siapa-siapa. Apakah karna saya baru menginjak usia dewasa dan belum profesional sebagai seorang yang dewasa?

Hal yang biasa saya lakukan jadi terlihat buruk, hal yang saya sukai jadi terlihat tidak baik, hal yang membuat saya bahagia hanya membuat saya terlihat konyol dan tak dewasa.

Saya memang tak boleh egois dalam hal ini, saya memanglah harus mulai lebih rasional seperti halnya seorang dewasa. Saya haruslah mengalah pada lingkungan dan membuat orang-orang sekitar nyaman dengan kedewasaan ini, haruslah bertindak sepantasnya orang dewasa. Apakah dengan begitu orang-orang akan bahagia dan begitupun saya sendiri?


Seperti apa rasa bahagia seorang yang dewasa? Seperti apa bentuk kebahagiaan seorang yang dewasa? Karir bagus? Segera menikah dan mendapat momongan? Masa depan terjamin? Mandiri? Lalu setelah itu apa? Lalu bagaimana saya melepas segala penat ini? Dengan melakukan hal yang membuat saya terlihat dewasa? Lalu bagimana jika stres dan jenuh ini tak kunjung hilang? Apakah saya harus ikut mengubur bahagia bersama dengan tingkah kekanak-kanakan yang terkubur? Toh, yang penting saya dewasa dan berada di lingkungan orang-orang dewasa.


Ketika menjadi dewasa, apakah tak ada sedikit toleransi untuk kembali menjadi kekanak-kanakan? Tidak adakah lagi waktu untuk sedikit mengecap keinginan konyol yang menggebu? Tidakkah ada hari libur menjadi dewasa? Saya pikir, mungkin saya tak akan bertahan terlalu lama tanpa hari libur tersebut. Tak akan bertahan.
Lagi-lagi pemikiran konyol dan egois. Seharusnya saya sadar dan paham bahwa menjadi dewasa adalah hal yang seharusnya saya lakukan, hal terbaik untuk masa depan dan kehidupan nanti. Saya benar-benar seorang yang bodoh tanpa bisa memahami semua itu.

Atau memang saya belum mengerti akan tiga hal itu; Dewasa, Hobi, dan Kekanak-kanakan.

Comments

  1. Ini dilema yang sangat pelik. Memang betapa suara sumbang dari lingkungan terasa sangat meneror mengalahkan suara hati yang ingin bahagia. Betapa menjadi dewasa begitu rumit, kata para dewasa newbie.
    Apa perlu ya, "seminar menjadi dewasa yang baik dan benar dan tetap bahagia" hahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya benar-benar membutuhkan seminar itu saat ini. huuuuuuft

      btw makasih loh beneran mampir muhahahahhaha

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Fakta 'Ciel Phantomhive' Black butler

Beberapa waktu yang lalu saya dibuat tertarik oleh sebuah status di akun fesbuk yang menyatakan bahwa, “ Ciel Phantomhive sejak awal telah meninggal dunia dan yang mengikat kontrak dengan Sebastian Michaelis bukanlah Ciel melainkan saudara kembar Ciel ” Hal tersebut sontak membuat saya  shock dan benar-benar tak mempercayainya, bagaimana mungkin? Tahu darimana? Rasanya tidak ada pengungkapan hal tersebut di komiknya ataupun anime, tapi setelah dijelaskan sumbernya, saya baru menyadarinya. MEMANG tidak dijelaskan secara gamblang, tapi dijelaskan dengan cara yang sangat lihai oleh Yana Toboso-sensei. YA! DIJELASKAN SECARA TIDAK LANGSUNG dan kalau TIDAK TELITI dan KRITIS ketika membacanya pasti akan terkecoh dan mengabaikannya. Saya termasuk orang yang mengabaikannya, soalnya saya terbiasa membaca komik sederhana yang tidak terlalu memiliki banyak misteri, saya tak menyangka kalau Kuroshitsuji/Black Butler memiliki 'misteri dalam misteri' seperti ini hingga saya menjadi

Nobar One Piece

Jadi, ceritanya Padang lagi dapat tempat hiburan baru sejenis bioskop. Dan kehadian bioskop yang satu ini bikin  wibu  Sumbar bersorak gembira karena akhirnya kami bisa nonton movie  Anime  di bioskop. Ga perlu lagi gigit jari liatin orang-orang dari kota lain pamerin tiket nonton. Hal yang juga membahagiakan adalah ketika movie One Piece terbaru masih ditayangkan. Sehingga, komunitas One Piece di Padang ditawarkan untuk mengadakan   nobar .  Salah satunya adalah Kopi-RP (komunitas one piece Indonesia- regional padang). Tetapi karena anggota aktif kami tidak cukup untuk memenuhkan satu studio, akhirnya nobar tersebut dibuka untuk umum. Awalnya agak pesimis bakal bisa ngumpulin 101 orang untuk diajak nonton, ternyata hanya dalam 2 hari, tiketnya habis. Ternyata banyak peminatnya, bahkan ada OpLovers yang datang dari Bukittinggi dan Payakumbuh. Ga sia-sia sih selama ini menutup mata dan telinga dari segala spoiler yang meraja lela. Akhirnya bisa nonton langsung d

Balada Anak Tunggal: Lagu Baperan

“Eh, kamu anak tunggal? Waaaaah….. nggak nyangka, enak banget tuh!” “Cieee anak tunggal, pasti dimanja!” “Anak tunggal? Enaknyaaaaaaaa” Rata-rata saat saya bilang kalau saya anak tunggal, tanggapannya pasti gitu. Iya sih, enak banget jadi anak tunggal, semua perhatian dan kasih sayang orangtua cuma buat kita seorang. Minta apapun dibeliin, dan yang pasti nggak ada yang namanya barang kita dirusak atau dipinjem adik/kakak. Tapi mereka nggak tahu aja sih, kalau tiap mereka cerita tentang kakak cowok yang bikin mereka kesal sekaligus merasa terlindungi atau tentang adik masing-masing, saya adalah pihak yang hanya mendengarkan dan merespon seadanya tanpa bisa bilang, “I know that feel cz my brother blab la bla…” dan ikutan cerita kayak mereka juga. Hal itu nggak bakal pernah terjadi. Tapi lupakan masalah itu, sebab untuk kali ini saya mau bilang bahwa beberapa minggu ini lagi kepincut sama sebuah lagu, lagu minang tepatnya. Judulnya ‘nasib diri’ yang dipopulerkan oleh P