Siang itu, saya menangis, dengan gayung yang kian bersambut mengguyur dari kepala. Satu persatu kekhawatiran mengantri untuk terurai dalam benak dan seakan menumpuk dan mengobrak bagian terdalam diri.
Terkadang saya merasa kian hari kian goyah tanpa tumpuan. Satu-satunya tempat bagi saya untuk berkeluh kesah, kini teramat lemah.
Ketika ia tak berdaya, saya ikut merasa tak berdaya. Lalu... Saya kembali mempertanyaan segala hal.
Mengapa saya anak tunggal?
Mengapa saya tidak seberuntung mereka?
Mengapa saya masih begini saja?
Tidak akan lama lagi, akan tiba saat di mana saya akan termangu sendiri. Tanpa ada yang bisa saya ajak berkesah pada sesuatu yang sama-sama kami rasakan.
Terkadang saya merindukan sosok yang selama ini belum pernah saya temui. Sosok yang begitu cepat diambil kembali sebelum sempat kami saling menyapa.
Pengandaian menghiasi pikiran saya. Entah untuk penghiburan, entah sebagai bentuk melankolis.
Andai ia masih ada. Di sini. Bersama saya. Mungkin kami dapat berbagi sedikit beban pikiran ini.
Mungkin...
Mungkin saya dapat menanyai pendapatnya tentang banyak hal.
Mungkin kami dapat sama-sama berbagi kekhawatiran ini. Sama-sama mencari solusi dan menguatkan.
Namun saya sadar, bahwa kenyataannya, suatu hari nanti, saya akan benar-benar sendiri.
Comments
Post a Comment