Rabu 23 Mei akhirnya saya nonton Deadpool 2 terlebih kali ini nggak sendirian, soalnya bareng Mawar. Rencana untuk menontonnya sudah tertunda berhari-hari karena setiap sore selalu hujan, mau pergi siang, Mawar-nya ga bisa karena kerja. Alhasil musti terus bersabar walau pada akhirnya tetap aja kena hujan pas mau pulang.
Sebelum nonton, kami buka puasa dulu, rencananya ke tempat makan langganan yang enak dan pas di kantong tapi karna perginya telat, ga kebagian tempat. Ujung-ujungnya muter-muter ga jelas dan berakhir di kaepci.
Dan di sinilah penyesalan itu datang. Mungkin ini salah saya juga, yang ngeiyain semua saran-saran dari mbak kaepcinya tanpa bertanya. Mbaknya menawarkan paket berdua yang ternyata semua kena 97rb.
Sembilan puluh tujuh ribu sodara-sodara! Dan cuma dapat dua ayam+dua pepsi medium+eskrim+CD yang sama sekali nggak ada gunanya.
Ini, nih yang malesin dari kaepci. Mereka jualan CD. Bilangnya promo udah termasuk CD (kesannya dapat gratisan gitu) eh di struk tertulis harga CD nya 35k. Itu udah sama dengan satu porsi nasi ayam lagi tauk.
Sebagai penganut 'makan enak harga murah' kami nyesel makan di sana. Kalau tahu bakal keluar duit segitu, mending makan di tempat bagus aja sekalian. Mungkin bakal dapat banyak jenis variasi makanannya. Nggak cuma ayam bersaus sambel doang.
Saking nyeselnya, Mawar menyuruh saya nyimpen struknya sebagai pengingat untuk nggak beli paketan promo lagi kalau ke kaepci.
Habis dari sana, kami cus nonton Deadpool. Untung saja ga kehabisan tiket jam 7. Karena kami datangnya telat sepuluh menit.
Untuk filmnya, duh seperti seri pertama, sukses bikin ngakak dan ngeri-ngeri sedap lihat pembunuhannya. Belum lagi di beberapa adegan bikin terharu, namun tetap saja berakhir dengan kelucuan.
Dibanding seri pertama, seri kali ini nggak sevulgar yang dulu, walau begitu, tetap saja ya buat ibu-ibu dan bapak-bapak yang punya anak dibawah umur, jangan kira semua film hero bisa ditonton bareng keluarga. Jangan coba-coba ngajak anak kecil anda nonton ini!
Hal seperti ini sering banget kejadian, udah tau film buat dewasa eh malah bawa anak. Ntar pas liat adegan dewasa dan sadis, malah filmnya yang disalahin.
Yang lebih parahnya mereka bikin petisi agar semua film disensor sampai benar-benar bersih buat anak-anak. Lalu apa kabarnya dengan kami para orang dewasa ini? (Halah)
Kadang heran juga sama orang yang nggak memperhatikan rating film. Contoh paling mainstream aja anime Crayon Shinchan. Walau bukan salah masyarakat, sih. Tapi salah yang nayangin. Di negara asalnya anime Shinchan tayang di jam malam--waktu untuk orang dewasa. Bukan untuk anak-anak. Tapi lucunya, di Indonesia, Shinchan adalah tontonan anak-anak.
Tapi meski begitu, emak saya di rumah sudah menyadarinya sedari awal, beliau sering bilang kalau Shinchan itu lucu tapi ucapan dan kelakuannya porno (lol)
Lalu anime lain seperti Naruto. Ini yang paling ngeselin. Banyak berita yang mengkambing-hitamkan Naruto atas peristiwa kekerasan yang dilakukan anak-anak. Hellow... Situ kira sinetron punya banyak nilai positif dan ga ada kekekarasan? Malah sinetron lebih berbahaya!
Tahukah kamu, di setiap sinetron pasti ada banyak ide kejahatan yang muncul dari pihak antagonis. Ide cemerlang dan sangat mudah ditiru di dunia nyata. Ngeracunin orang misalnya? Atau cara-cara ampuh membully. Lalu si tokoh antagonis bakal terus mendapat kejayaan. Umur panjang, dan semua usahanya mulus, sejahtera, sehat sentosa. Palingan dapat sial pas mau ending doang. Kan enak tuh jadi antagonis?! (Hush!)
Lalu bandingkan dengan Naruto. Mereka mau niru apa buat ngebully temannya? Pake Chidori? Ngeluarin cakra? Palingan ntar dikira orang gila. Di samping itu, anime Naruto tidak memperlihatkan protagonis yang lemah, pasrahan, dan cuma bisa berdoa.
Naruto itu memang ga punya kemampuan hebat, dia tertindas, tetapi dia tidak hanya pasrah dan berdoa tapi selalu berusaha sekuat tenaga. Selalu siap menentang hal yang salah, bukan cuma bisa pasrah, mewek dan nungguin ada yang bantu.
Jadi, mana yang lebih berpengaruh buruk di sini?
Selain itu, anime seperti Naruto, One Piece dll yang sempat hadir di televisi Indonesia tidak semuanya untuk anak-anak. Mungkin season awalnya masih bisa untuk anak-anak dengan bimbingan orangtua, tapi season selanjutnya ratingnya meningkat menjadi remaja, lalu berakhir menjadi dewasa.
Seperti komik yang pernah saya koleksi. Komik romance yang awalnya untuk remaja, tetapi dari seri 8 ke atas, berubah menjadi dewasa. Bukan karena ada adegan tak senonoh, tetapi karena cerita yang disajikan lebih kompleks. Jadi, ga selamanya rating itu netap apalagi untuk tipe anime dengan banyak episode.
Duh, tampaknya pembahasan saya udah kemana-mana. Jadi bingung sendiri wkwkwkkw
Intinya, pintar-pintar memilih tontonan dan memilihkan tontonan untuk anak-anak. Jangan hanya bisa menyalahkan film, tapi gunakan pengetahuanmu mengenai rating film dan diterapkan dengan baik dan benar.
Sebelum nonton, kami buka puasa dulu, rencananya ke tempat makan langganan yang enak dan pas di kantong tapi karna perginya telat, ga kebagian tempat. Ujung-ujungnya muter-muter ga jelas dan berakhir di kaepci.
Dan di sinilah penyesalan itu datang. Mungkin ini salah saya juga, yang ngeiyain semua saran-saran dari mbak kaepcinya tanpa bertanya. Mbaknya menawarkan paket berdua yang ternyata semua kena 97rb.
Sembilan puluh tujuh ribu sodara-sodara! Dan cuma dapat dua ayam+dua pepsi medium+eskrim+CD yang sama sekali nggak ada gunanya.
Ini, nih yang malesin dari kaepci. Mereka jualan CD. Bilangnya promo udah termasuk CD (kesannya dapat gratisan gitu) eh di struk tertulis harga CD nya 35k. Itu udah sama dengan satu porsi nasi ayam lagi tauk.
Sebagai penganut 'makan enak harga murah' kami nyesel makan di sana. Kalau tahu bakal keluar duit segitu, mending makan di tempat bagus aja sekalian. Mungkin bakal dapat banyak jenis variasi makanannya. Nggak cuma ayam bersaus sambel doang.
Saking nyeselnya, Mawar menyuruh saya nyimpen struknya sebagai pengingat untuk nggak beli paketan promo lagi kalau ke kaepci.
Habis dari sana, kami cus nonton Deadpool. Untung saja ga kehabisan tiket jam 7. Karena kami datangnya telat sepuluh menit.
Untuk filmnya, duh seperti seri pertama, sukses bikin ngakak dan ngeri-ngeri sedap lihat pembunuhannya. Belum lagi di beberapa adegan bikin terharu, namun tetap saja berakhir dengan kelucuan.
Dibanding seri pertama, seri kali ini nggak sevulgar yang dulu, walau begitu, tetap saja ya buat ibu-ibu dan bapak-bapak yang punya anak dibawah umur, jangan kira semua film hero bisa ditonton bareng keluarga. Jangan coba-coba ngajak anak kecil anda nonton ini!
Hal seperti ini sering banget kejadian, udah tau film buat dewasa eh malah bawa anak. Ntar pas liat adegan dewasa dan sadis, malah filmnya yang disalahin.
Yang lebih parahnya mereka bikin petisi agar semua film disensor sampai benar-benar bersih buat anak-anak. Lalu apa kabarnya dengan kami para orang dewasa ini? (Halah)
Kadang heran juga sama orang yang nggak memperhatikan rating film. Contoh paling mainstream aja anime Crayon Shinchan. Walau bukan salah masyarakat, sih. Tapi salah yang nayangin. Di negara asalnya anime Shinchan tayang di jam malam--waktu untuk orang dewasa. Bukan untuk anak-anak. Tapi lucunya, di Indonesia, Shinchan adalah tontonan anak-anak.
Tapi meski begitu, emak saya di rumah sudah menyadarinya sedari awal, beliau sering bilang kalau Shinchan itu lucu tapi ucapan dan kelakuannya porno (lol)
Lalu anime lain seperti Naruto. Ini yang paling ngeselin. Banyak berita yang mengkambing-hitamkan Naruto atas peristiwa kekerasan yang dilakukan anak-anak. Hellow... Situ kira sinetron punya banyak nilai positif dan ga ada kekekarasan? Malah sinetron lebih berbahaya!
Tahukah kamu, di setiap sinetron pasti ada banyak ide kejahatan yang muncul dari pihak antagonis. Ide cemerlang dan sangat mudah ditiru di dunia nyata. Ngeracunin orang misalnya? Atau cara-cara ampuh membully. Lalu si tokoh antagonis bakal terus mendapat kejayaan. Umur panjang, dan semua usahanya mulus, sejahtera, sehat sentosa. Palingan dapat sial pas mau ending doang. Kan enak tuh jadi antagonis?! (Hush!)
Lalu bandingkan dengan Naruto. Mereka mau niru apa buat ngebully temannya? Pake Chidori? Ngeluarin cakra? Palingan ntar dikira orang gila. Di samping itu, anime Naruto tidak memperlihatkan protagonis yang lemah, pasrahan, dan cuma bisa berdoa.
Naruto itu memang ga punya kemampuan hebat, dia tertindas, tetapi dia tidak hanya pasrah dan berdoa tapi selalu berusaha sekuat tenaga. Selalu siap menentang hal yang salah, bukan cuma bisa pasrah, mewek dan nungguin ada yang bantu.
Jadi, mana yang lebih berpengaruh buruk di sini?
Selain itu, anime seperti Naruto, One Piece dll yang sempat hadir di televisi Indonesia tidak semuanya untuk anak-anak. Mungkin season awalnya masih bisa untuk anak-anak dengan bimbingan orangtua, tapi season selanjutnya ratingnya meningkat menjadi remaja, lalu berakhir menjadi dewasa.
Seperti komik yang pernah saya koleksi. Komik romance yang awalnya untuk remaja, tetapi dari seri 8 ke atas, berubah menjadi dewasa. Bukan karena ada adegan tak senonoh, tetapi karena cerita yang disajikan lebih kompleks. Jadi, ga selamanya rating itu netap apalagi untuk tipe anime dengan banyak episode.
Duh, tampaknya pembahasan saya udah kemana-mana. Jadi bingung sendiri wkwkwkkw
Intinya, pintar-pintar memilih tontonan dan memilihkan tontonan untuk anak-anak. Jangan hanya bisa menyalahkan film, tapi gunakan pengetahuanmu mengenai rating film dan diterapkan dengan baik dan benar.
Duhhh...
ReplyDeleteKasian bener, niatnya cuma makan malah kena todong beli CD (Compact Disk) seharga 35K. Padahal bisa disetel juga nggak. 😂😂 daripada jualan CD ( Compact Disk) mendingan jualan CD (Celana Dalam) aja sih harusnya. 🙈🙈
Tulisan soal tontonannya keren kak, sukak. Stasiun televisi di negara kita masih asal kak, serampangan dalam rating dan jam tayang :'D
Iya. Kalau CD (celana dalam) pasti aku akan sangat bahagia. Uhuhuhu
DeleteMakasih kakak, jangan lupa mampir lagi yaaa